Cerita Dewasa kali ini akan meceritakan pengalaman bermalam dengan janda Anak Satu yang sangat berpengalaman dalam bercocok tanam, gak perlu lama lama langsung kita simak saja ya.
Suatu sore ketika aku berjalan-jalan di sekitar Pusat pasar Medan mall ada seorang wanita mendahuluiku berjalan tergesa-gesa. Isengku timbul, sambil kususul kupanggil dia dari belakang.
“Da, Alda!” Dia menoleh ke belakang tersenyum dan memperhatikanku.
“Siapa ya?” tanyanya.
“Maaf, maaf kukira temanku,” sahutku,
“Kebetulan dia bernama alda”.
“Ngomong-ngomong mau ke mana sih? kok buru-buru amat?” tanyaku sambil kuulurkan tangan mengajak berkenalan.
“Aku Anton”. “Rita, Farita” jawabnya sambil menyambut tanganku.
“Sebenarnya saya mau nonton di Thamrin, tetapi sudah terlambat lagipula filmya nggak bagus”, sambungnya lagi.
“Ouhh.. jadi sekarang mau kemana lagi?” pancingku.
“Nggak ada, mau pulang aja” jawabnya.
“Jalan yuk ke Manhatan”. ajakku memancing.
“Mau ngapain?” sahutnya.
“Jalan aja, kalau ada film bagus kita nonton di sana aja”. “Ayolah, kebetulan aku juga nggak ada acara, daripada bengong di rumah”.
Sambil ngobrol akhirnya kuketahui bahwa Rita bekerja di sebuah showroom mobil di Medan. Ia Janda Anak Satu yang sudah bercerai. Sudah dua tahun ia menjanda. Umurnya lima tahun di atasku. Tinggal di daerah Skip jln meranti, kost dengan beberapa temannya. Perawakannya sedang, tinggi 165 cm dengan badan yang agak montok dan dada lumayan gede. Wajahnya lumayan, kalau dinilai dapat angka sembilan. Kacamata minus satu nongkrong di hidungnya membuatnya makin manis.
Sampai di Manhatan ternyata film sudah diputar

“Sekarang bagaimana?” tanyaku.
“Terserah kamu saja”. Kuajak Janda Anak Satu jalan mutar-mutar di Matahari lihat-lihat baju dan kosmetik.
Akhirnya Janda Anak Satu ngajak minum jamu di kedai dekat jalan. Tiba-tiba saja Janda Anak Satu menggandeng lenganku berjalan ke kedai jamu tersebut.
“Mau minum sari rapet” godaku.
“Nggak ah, saya biasanya minum sehat wanita saja”. Akhirnya Janda Anak Satu pesan jamu sehat wanita dan aku minum sehat lelaki.
Setelah minum jamu duduk-duduk sebentar di sana dan kami kembali ke Manhatan. Tak berapa lama loket buka.
“Jadi nonton?” tanyaku,
“Tentu saja jadi, buat apa nunggu lama-lama di sini?”. Aku ke loket beli tiket.
Dan kembali duduk di sampingnya di lobby. Suasana kelihatan sepi, hanya ada beberapa orang saja yang duduk-duduk di lobby.
Akhirnya kami masuk ke dalam bioskop, kemudian film mulai diputar. Beberapa lama kemudian tangannya menyusup ke lenganku. Aku diam saja. Rita semakin merapat. Aku berpaling dan menatap wajahnya. Ia tersenyum dan membuka mulutnya sedikit. Tampak giginya yang berderet rapi. Ia menyorongkan mukanya ke arahku dan mencium pipiku. Aku sedikit kaget atas tindakannya. Aku melepaskan tangannya dari lengan kiriku, kemudian kulingkarkan ke bahu kirinya.
Muka kami berdekatan. Kutatap lagi wajahnya dan perlahan-lahan muka kami saling mendekat. Matanya agak terpejam dan mulutnya terbuka. Kukecup bibirnya pelan dan lama-lama menjadi ciuman yang dalam. Kacamatanya menghalangi aksiku, kuminta dia melepas kacamatanya. Kuremas dada sebelah kirinya dari luar baju dengan tangan kiriku. Ia menolak dan menepiskan tanganku, tetapi dibiarkan tanganku memeluk bahunya.
Praktis kami nggak konsentrasi lagi ke cerita film yang sedang diputar. Sepanjang pemutaran film itu kami saling merapat dan berciuman. Kadang-kadang lidah kami saling mendesak ke dalam rongga mulut, bergantian kadang lidahnya menggelitik rongga mulutku. Kadang lidahku yang masuk ke dalam mulutnya. Ia mendesah menahan dorongan nafsunya yang tertahan sekian lama. Film habis, kami keluar dan berjalan mencari angin.
“Kalau sudah malam begini teman se kos ku udh pada tidur, gak enak ngebanguninya” katanya.
“Jadi bagaimana?”
“Kamu coba saja telpon temen mu, mana tau masik main HP kan”. Akhirnya Rita telpon temannya. Tetapi sudah berulang kali ditelpon tidak ada jawaban.
Kami pun menepi di pinggir jalan Gatsu untuk ngopi. Kami duduk disitu.
“Jam segini emang lagi pulas pulasnya kali ya?” tanyaku.
“Kita cari penginapan saja yuk, aku pernah nginap rame-rame dengan teman-teman di satu penginapan. Agak murah, tetapi aku lupa tempatnya”. Sekilas terpikir olehku Restu ibu dekat Pasar Kp lalang. “Benar nih mau nginap? Aku tahu kok penginapan itu, bersih dan murah juga”. Kami pun langsung ootw kesana
Sampai di sana ternyata hanya ada kamar standar double bed. Setelah menyelesaikan bill, kami berdua masuk ke kamar. Di dalam kamar kami rapatkan dua bed yang ada. Karena agak gerah kubuka kausku. Rita hanya memandang dan tersenyum saja. Kami berbaring berdampingan di bed masing-masing.
“Boss-nya yang punya showroom orang mana sih?”
“Keturunan Arab” Jawabnya.
“Asyik dong pasti gede punya barangnya. Kamu sering diajak sama boss dong “.
“Nggak pernah kok”. Entah dia berbohong atau benar.
“Terus kalau tiba-tiba kepengen gimana?” Rita hanya diam saja. Rita bangun dan kulihat dia membuka celana panjangnya. “Eh ngapain dibuka?” kataku terkejut.
Rita hanya tersenyum saja.
Ternyata dia mengenakan celana pendek santai sebatas lutut di dalamnya. Kembali Rita berbaring di bednya. Karena kedua bed sengaja kami susun berhimpitan. Tanganku bisa menjangkau tubuhnya dan kurengkuh mendekat tubuhku. Kembali kami berciuman.
Mula-mula hanya kukecup bibirnya saja dengan lembut. Rita membalas lembut dan lama kelamaan mulai menjadi liar. Tangannya memainkan bulu dadaku. Beberapa menit kami saling berciuman dengan dengus napas yang berat. Kutindih dia sambil berciuman. Meriamku di bawah mulai bangkit. Rita merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Mulutku turun ke atas dadanya dan kucoba membuka kancing blouse nya dengan bibirku dan gigiku.

“Sebentar, aku buka dulu bajuku ya,” Katanya sambil membuka kancing bajunya satu persatu.
“Jangan, nggak usah dibuka” kataku sambil menahan tangannya.
“Nggak apa-apa kok. Kamu mau kan”. Katanya mendesah.
Ia terus membuka baju dan celana pendeknya. Kemudian tangannya membuka ikat pinggangku dan akhirnya menarik resleting dan kemudian dengan perlahan ia menarik celanaku ke bawah. Kini kami hanya mengenakan pakaian dalam saja.
“Kamu sering mengajak perempuan untuk begini ya?” tanyanya.
“Ah nggak, aku belum pernah kok berhubungan dengan wanita” kataku berbohong. Aku memang sudah beberapa kali berhubungan dengan wanita.
“Nggak percaya, kelihatannya kamu lihai sekali dalam bercumbu tadi”.
“Kalau sebatas ciuman emang sih, tetapi untuk lebih jauh lagi belum pernah. Paling hanya nonton film dan baca cerita saja”
“Jadi kamu masih perjaka?” ia meyakinkan lagi.
“Emangnya kenapa?”
“Eehhngng..” Ia mendesah ketika lehernya kujilati.
Rita menindihku dan tangannya kebelakang punggungnya membuka pengait bra-nya.
Kini terbukalah dadanya di hadapanku. Buah dadanya tidak besar, hanya pas setangkupan jariku. Terasa sudah agak kendor. Setelah itu Rita mendorong lidahnya masuk jauh ke dalam rongga mulutku. Lidahnya liar memainkan lidahku.
Aku hanya pasif saja. Sesekali membalas mendorong lidahnya. Tanganku memilin puting serta meremas payudaranya. Rita menggeserkan tubuhnya ke bagian atas tubuhku sehingga payudaranya pas di depan mulutku. Segera kuterkam payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kugigit kecil.
“Aaacchh, teruskan Anton.. Teruskan”. Ia mulai mengerang dan meracau, punggungnya melengkung ke belakang.
Meriamku semakin keras. Rita semakin merapatkan selangkangannya pada selangkanganku. Sehingga kadang terasa agak sakit jika dia terlalu keras menindihku. Puting dan payudaranya semakin kencang dan keras. Kukulum payudaranya sehingga semuanya masuk ke dalam mulutku. Sambil putingnya terus kumainkan dengan lidahku.
Dadanya terlihat memerah dan menjadi lebih gelap dibanding bagian tubuh lainnya pertanda nafsunya mulai terbakar. Napasnya tersengal-sengal. Tangan Rita bergerak ke bawah menyelusup di balik celana dalamku, meremas, mengocok dan menggoyang-goyangkan senjataku. Akhirnya dia menarik celana dalamku sampai ke lutut dan dengan bantuan jari kakinya ia melepaskannya ke bawah. Kini aku dalam keadaan telanjang bulat.
Rita menggeserkan mulutnya ke arah bawah, menjilati leher dan menggigit kecil daun telingaku. Hembusan napasnya terasa kuat menerpa tubuhku. Dia mulai menjilati putingku. Aku terangsang hebat sekali sehingga harus menggeleng-gelengkan kepalaku untuk menahan rangsangan ini. Kupeluk pinggangnya erat-erat. Tangannya kemudian membuka celana dalamnya sendiri.
Kini tangan kiriku leluasa bermain di antara selangkangannya. Rambut kemaluannya tidak begitu lebat dan pendek-pendek. Dengan jari telunjuk dan jari manis kubuka labia mayora dan labia minoranya. Jari tengahku menekan bagian atas organ kewanitaannya dan mengusap bagian yang menonjol seperti kacang tanah. Setiap aku mengusap kelentitnya Rita menggigit kuat dadaku dan mengerang tertahan.
“Aaauhh.. Ngngnggnghhk”

Mulutnya bergerak semakin ke bawah,
Ia bermain-main dengan bulu dada dan perutku, terus semakin ke bawah, menjilati bagian dalam lutut dan pahaku. Sendi-sendi kakiku terasa mau lepas. Tangannya masih bermain-main di kejantananku. Kini mulutnya mulai menjilati kantung penisku. Tanganku meremas-remas rambutnya untuk mengimbanginya.
Aku pikir dia mau meng-oral. Tetapi ternyata tidak. Dia hanya sampai pada kantung penis saja. Aku hanya menunggu dan mengimbangi gerakannya saja, seolah-olah aku belum pernah melakukan hal ini. Kembali Rita bergerak ke atas, tangan kirinya memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri mengeras.
Ia dalam posisi jongkok di atas selangkanganku. Perlahan lahan ia menurunkan pantatnya sambil memutar-mutarkannya. Agak susah dia kelihatannya berusaha memasukkan kejantananku ke liang vaginanya. Mungkin benar juga setelah menjanda dia tidak pernah merasakan lagi nikmatnya berhubungan badan.
Penisku memang lebih besar di bagian ujung daripada pangkalnya. Kepala kejantananku dijepit dengan kedua jarinya. Digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa hangat dan lembab, lama-lama seperti berair. Dia mencoba lagi untuk memasukkan kejantananku. Kali ini.. Blleessh.. Usahanya berhasil. “Ouhh.. Rita ouhh” kini aku yang setengah berteriak.
Rita bergerak naik turun dalam posisi setengah jongkok. Mula-mula perlahan-lahan dia menggerakkannya. Karena memang terasa masih agak kesat dan kering. Aku mengimbanginya dengan memutar pinggulku dan meremas payudaranya. Kepalanya mendongak ke atas dan bergerak ke kanan kiri. Kedua tangannya bertumpu pada pahaku.
Ketika lendirnya sudah membasahi organnya, Rita mempercepat gerakannya.
Kadang-kadang dibuatnya tinggal kepala penisku saja yang menyentuh mulut vaginanya. Rita menghentikan gerakannya, merebahkan tubuhnya di atasku dan kini terasa otot vaginanya meremas penisku. Terasa nikmat sekali. Aku mengimbanginya, ketika dia relaksasi aku yang mengencangkan otot perutku seolah-olah menahan kencing.
Demikian bergantian kami saling meremas dengan otot kemaluan kami. Beberapa saat kami dalam posisi itu tanpa menggerakkan tubuh, hanya otot kemaluan saja yang bekerja sambil saling berciuman dan memagut tubuh kami. “Anton, .. Nikmat sekali .. Ooouuhh” desisnya sambil menciumi leherku.
Rita berguling ke samping, kini dalam posisi menyamping aku yang bergerak maju mundur menyodokkan kejantananku ke dalam vaginanya. Dalam posisi ini gerakanku menjadi kurang nyaman dan kurang bebas. Kugulingkan lagi tubuhnya, kini aku yang berada di atas.
Kuatur gerakanku dengan ritme pelan namun dalam sampai kurasakan kepala penisku menyentuh mulut rahimnya. Kuangkat penisku sampai keluar dari vaginanya dan kumasukkan lagi dengan pelan, demikian berulang-ulang. Ketika penisku menyentuh rahimnya. Rita mengangkat pantatnya sehingga tubuh kami merapat.
“Lebih cepat lagi, oohh.. Aku mau keluar aacchhkk..” Rita memeluk punggungku lebih erat. Betisnya membelit pinggangku. Matanya setengah terpejam, kepalanya terangkat sehingga seolah-olah tubuhnya menggantung di tubuhku.
Kuubah ritmeku. Kugerakkan dengan pelan namun hanya ujung penisku saja yang masuk beberapa kali. Kemudian sekali kutusukkan dengan cepat sampai seluruh batang terbenam. Matanya semakin sayu dan gerakannya semakin liar. Aku mendadak menghentikan gerakanku, kemudian Payudaranya sebelah kuremas dan sebelah lagi kukulum dalam-dalam. Tubuh Rita bergetar seperti menangis.
“Ayo jangan berhenti, teruskan.. Teruskan lagi” pintanya.

Aku tahu wanita ini hampir akhirnya mencapai puncaknya. jadi kugerakkan lagi tubuhku. Kali ini dengan ritme yang cepat dan dalam. Semakin lama semakin cepat. setelah itu terdengar bunyi seperti kaki diangkat dari dalam lumpur ketika penisku kunaikturunkan dengan cepat.
“Ayolah Anton, aku mau sampai “. Gerakan pantatku semakin cepat dan akhirnya
“Sekarang.. Anton.. Sekarang.. Yeeah!!”
Saat itu, aku merasakan perubahan dalam dirinya — perlahan, tubuhnya menegang, napasnya mulai tersengal, dan genggamannya semakin kuat. Semua terjadi begitu cepat, akhirnya waktu berhenti sesaat di antara kami. Kukencangkan otot perutku dan kutahan, namun terasa ada aliran lahar yang mau meledak.
Aku berhenti sejenak dalam posisi kepala penis saja yang masih masuk dalam vaginanya. Kemudian kuhempaskan dalam-dalam. Serr.. Seerr beberapa kali laharku muncrat di dalam vaginanya. kemudian Rita hendak berteriak untuk menyalurkan rasa kepuasannya. Namun sebelum keluar suaranya kusumbat mulutnya dengan bibirku.
“MMmmhh.. Achh” pantatnya diangkat menyambut hunjamanku dan tubuhnya bergetar, kemudian pelukan tangan dan jepitan kakinya semakin erat sampai aku merasa kesulitan bernafas, namun denyutan di dalam vaginanya terasa kuat sekali meremas kejantananku.
Setelah satu menit denyutannya masih terasa sampai penisku terasa ngilu.
Ketika penisku mau kucabut namun dia menahan tubuhku.
“Jangan dicabut dulu, biarkan saja masih di dalam. Ouhh kamu hebat juga Anton. Terima kasih kamu telah memuaskanku” kemudian Rita mengecup bibirku.
Kubiarkan dia yang masih memelukku sampai penisku mengecil. Dan akhirnya keluar sendiri dari vaginanya. Malam itu juga dalam waktu kurang lebih tujuh jam kami bertempur sampai enam ronde, kemudian paginya dia memelukku dan berkata,
“Aku masih mau lagi di lain hari”.
“Ah kamu nakal, perjakaku kamu ambil”.
“Kamu yang nakal, kamu yang mulai”. Awalnya, kupeluk dia dengan penuh kasih, Kemudian perlahan kuangkat menuju kamar mandi. Sesampainya di sana, dengan hati-hati aku membantunya untuk mandi dan membersihkan diri agar merasa lebih segar.
Akhirnya kuantar dia pulang dan aku berjanji untuk datang lagi ke kosnya. Ternyata dia tinggal se kos dengan beberapa teman-temannya. Semuanya wanita. Sebagian Janda Anak Satu juga dan bahkan sebagian lagi masih gadis. Mereka masing-masing juga punya pekerjaan tetap. Namun ohh nikmatnya ngentot dengan Janda Anak Satu.








