Balas Dendam – Mahasiswi di Cabuli Dosen Pembimbing (season 2)

balas dendam - Mahasiswi di Cabuli Dosen Pembimbing

 Balas Dendam – Mahasiswi di Cabuli Dosen Pembimbing (season 2)

Bab 1 – Balas Dendam – Luka yang Tak Pernah Padam

Balas Dendam – Mahasiswi di Cabuli Dosen Pembimbing – Cerita Dewasa. Sejak malam itu, Bima tidak lagi menjadi sosok yang sama. Senyum yang dulu hangat kini telah digantikan oleh dinginnya tatapan. Orang-orang di sekitarnya mungkin tidak menyadari, tetapi amarah telah dibiarkan tumbuh di dalam dirinya. Luka lama itu disimpan dalam diam, menunggu saat yang tepat untuk dibuka kembali dengan sang dosen.

Anya pergi tanpa sepatah kata, dan kepergian itu telah meninggalkan ruang kosong yang tidak mudah diisi. Namun, dari kehampaan itulah Bima dilahirkan kembali — lebih tenang, lebih berbahaya. Ia mulai menyusun langkah. Di kampus, ia dikenal sebagai mahasiswa yang rajin, padahal di balik wajah ramahnya, rencana balas dendam sedang disiapkan dengan sangat hati-hati.

Bab 2 – Balas Dendam- Bayangan di Koridor

Hari itu, langkah Anya terdengar di koridor fakultas. Bima sudah menunggunya, seolah takdir sengaja mempertemukan mereka. Tatapan itu akhirnya kembali terjadi — singkat, tapi cukup untuk membangunkan semua kenangan yang berusaha dikubur.

“Bima?” suara Anya terdengar pelan, sedikit gemetar.
“Masih ingat aku?” tanya Bima, tenang, seolah tak pernah ada masa lalu di antara mereka.

Tak ada sapaan hangat. Hanya udara dingin yang memisahkan mereka. Anya mencoba tersenyum, namun tatapan mata Bima terlalu tajam untuk diabaikan. Hatinya bergetar, antara rindu dan takut. Ia merasa sedang diadili oleh seseorang yang dulu sempat ia sakiti.

 

Bab 3 – Balas Dendam- Permainan Dimulai

Sejak hari itu, kampus berubah menjadi panggung bagi Bima. Semua gerakan dan kata-kata Anya di perhatikan tanpa sepengetahuannya. Ia tidak di serang secara langsung, tetapi perasaannya perlahan di mainkan.

Bima mulai mendekat dengan cara yang sulit di tebak. Pesan dikirim kemudian di abaikan, perhatian di berikan kemudian ditarik kembali. Anya di biarkan merasa kehilangan tanpa alasan yang jelas. Ia mulai bertanya-tanya — apakah Bima masih peduli, atau hanya sedang mempermainkannya?

Yang Anya tidak tahu, setiap kebingungan itu adalah bagian dari permainan yang telah disusun. Bima tahu, terkadang rasa rindu lebih menyakitkan daripada kemarahan.

 

Bab 4 – Dalam Jebakan Rasa

Hujan sore itu menahan semua orang di bawah atap gedung. Anya berdiri sendiri, menatap air yang jatuh deras. Saat ia berpikir akan pulang sendiri, langkah kaki yang familiar terdengar mendekat.

Bima muncul — basah kuyup, dengan pandangan yang sulit ditebak.
“Masih suka hujan?” tanyanya pelan.
Anya tersenyum kecil. “Masih.”

Hening panjang tercipta. Udara dingin di antara mereka terasa menyesakkan. Anya tidak tahu, apakah ia sedang berbicara dengan Bima yang dulu, atau seseorang yang berbeda.
“Jangan mainin aku lagi, Bim,” katanya lirih.
“Aku?” Bima menatapnya tajam. “Aku hanya mengembalikan rasa yang dulu kamu buang begitu saja.”

Anya tidak sempat membalas, karena Bima sudah berbalik, meninggalkannya di bawah hujan yang semakin deras. Dan di saat itu, hatinya mulai dipenuhi oleh rasa bersalah yang tidak bisa dijelaskan.

 

Bab 5 – Senyum di Balik Luka

Malam itu, Bima duduk di balkon kosnya. Ponsel di tangannya bergetar — pesan dari Anya muncul.

“Kita bisa bicara?”

Senyum samar muncul di wajahnya.

“Akhirnya kamu kembali ke permainan ini,” gumamnya.

Namun jauh di dalam dirinya, Bima tahu, permainan ini bukan sekadar tentang dendam. Ia membenci Anya , tetapi juga masih terikat padanya.
Sebagian dari dirinya ingin menghancurkan, tetapi bagian lain justru ingin memiliki kembali.

Dan mungkin, itulah rahasia tergelap dari semuanya — bahwa terkadang, cinta paling dalam justru lahir dari luka yang tidak pernah sembuh.

Bab 6 – Bayangan Lama

Beberapa minggu berlalu sejak pertemuan terakhir mereka. Hidup di kampus kembali berjalan seperti biasa, tetapi bagi Bima, ketenangan itu hanya ilusi. Dari kejauhan, ia memperhatikan Anya yang sering keluar-masuk ruang dosen pembimbingnya — Anthony.

Nama itu kembali menggema di kepalanya.
Anthony, dosen muda yang karismatik dan selalu jadi pusat perhatian. Tetapi bagi Bima, ada sesuatu yang tak beres. Tatapan Anthony ke arah Anya tidak sekadar profesional; ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum ramah itu.

Bima mulai mengamati.  kemudian ia tahu permainan ini belum selesai, hanya berganti lawan.

 

Bab 7 – Balas Dendam – Kelas Rahasia

Suatu sore, Bima sengaja datang lebih awal ke gedung fakultas. Dari balik pintu kaca ruang bimbingan, ia melihat Anthony dan Anya duduk berdua. Tak ada jarak di antara mereka.
Bima tak bisa mendengar isi percakapan itu, tetapi cara Anthony menatap Anya membuat darahnya mendidih.

Ketika pintu akhirnya terbuka, Bima berpura-pura lewat.
“Oh, Bima,” sapa Anthony, dengan nada datar tetapi tajam. “Lama tidak terlihat. Fokus pada skripsi, ya?”
“Sedang berproses, Pak,” jawab Bima tenang, meski jantungnya berdetak keras.

Anya hanya diam, seolah terjebak antara dua dunia. Hubungan dengan Bima yang belum selesai, dan posisi akademis yang membuatnya tak bisa berkata jujur.

Mahasiswi di Cabuli Dosen Pembimbing
Mahasiswi – Dosen Cabul – Cerita seks – Kheren Natanya

Bab 8 – Permainan di Mulai Lagi

Sejak hari itu, Bima mulai merencanakan langkah-langkahnya. Ia tidak akan menyerang secara langsung — ia tahu Anthony terlalu licin untuk itu. Jadi, permainan di susun secara perlahan.

Setiap kali Anthony memuji Anya di kelas, Bima menulis catatan kecil: waktu, tempat, kalimat, ekspresi. Ia tidak tahu apakah itu bukti atau obsesi, tetapi ia merasa kendali perlahan kembali ke tangannya.

Sementara itu, Anya mulai merasa diawasi. Pesan singkat masuk di ponselnya:

“Kau pikir dia berbeda dariku?”
Anya menatap layar lama. Pesan tanpa nama itu membuatnya gemetar. Ia tahu dari siapa pesan itu datang.

 

Bab 9 – Balas Dendam – Tekanan

Anthony memanggil Anya ke ruang bimbingan lebih sering dari sebelumnya. Dari luar, seolah hanya urusan akademik. Namun, gosip mulai beredar — tentang kedekatan seorang dosen dengan mahasiswinya.

Bima mendengar semua itu dengan senyum tipis di wajahnya. Ia tidak perlu berbuat banyak; reputasi Anthony akan hancur dengan sendirinya. Tetapi ada satu hal yang tidak ia perhitungkan: Anya masih berusaha melindungi Anthony.

Dalam hati, Anya tahu Bima mulai kehilangan batas antara dendam dan obsesi.
Sementara Anthony mulai menyadari bahwa seseorang sedang mengamati setiap gerak-geriknya.
Permainan yang dulu sederhana kini berubah menjadi labirin berlapis rahasia.

 

Bab 10 – Simetri Balas Dendam

Hari itu, semua berakhir di ruang bimbingan. Anthony menatap Bima yang datang tanpa di undang.
“Ini bukan tempatmu, Bima,” katanya tegas.
“Tetapi saya rasa ini juga bukan hanya ruang bimbingan, Pak,” jawab Bima pelan, matanya menatap lurus ke arah Anya .

Anya mencoba menengahi, tetapi Anthony lebih dulu berdiri.
“Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan? Aku sudah memperingatkanmu.”
“Lucu,” Bima tersenyum tipis. “Dulu aku yang jadi murid, sekarang sepertinya kau yang belajar, Pak.”

Suasana menegang. Kata-kata itu menggantung di udara.
Tak ada yang tahu siapa sebenarnya sedang memegang kendali — karena malam itu, baik Bima, Anya , maupun Anthony sama-sama menyadari: tidak ada yang sepenuhnya bersih dari permainan ini.

Bab 11 – Balas Dendam – Tatapan yang Membakar

Sejak konfrontasi di ruang bimbingan, Bima tidak bisa berhenti memikirkan Anya . Malam itu ia menunggu di halaman kampus, di bawah lampu jalan yang remang.

Anya datang, basah oleh gerimis, tetapi matanya penuh ketegangan. Bima maju, jarak mereka hanya beberapa langkah. Napas mereka bertabrakan, udara seakan terbakar.

“Kau terlalu dekat, Bim…” bisik Anya , suaranya gemetar.
“Aku selalu dekat. Bahkan ketika kau berpikir aku menjauh,” jawab Bima, tatapannya panas.

Dengan satu gerakan lembut, tangannya menahan dagu Anya . Bibir mereka hampir bersentuhan. Setiap detik terasa seperti api, membuat jantung mereka berdegup liar.

Bab 12 – Sentuhan yang Tak Terkendali

Di sebuah ruang kosong di kampus, mereka berdiri begitu dekat hingga hanya selaput tipis yang memisahkan mereka. Bima meraih pinggang Anya , menariknya perlahan.

“Kau… masih membuatku kehilangan akal,” bisik Anya , napasnya tersengal.
“Dan kau selalu membuatku ingin membalas semua yang pernah kau tinggalkan,” jawab Bima, suaranya serak tetapi dalam.

Ciuman mereka tidak lagi pelan. Setiap sentuhan dan desahan menjadi permainan dominasi, dendam dan rindu bercampur menjadi satu. Bima menekan tubuhnya ke tubuh Anya , sementara tangannya menjelajahi lekuk yang selama ini ia rindukan.

Hujan di luar seakan menambah intensitas, menambah panas yang mematikan. Malam itu, mereka membiarkan semua rasa lama meledak: dendam, cinta, dan gairah yang tak terucap.

 

Bab 13 – Rahasia yang Terbuka

Keesokan hari, Anya masih merasa gelisah. Di kelas, setiap tatapan Bima membuatnya hampir kehilangan kontrol. Anthony datang, tetapi tatapan Bima yang tajam membuatnya mundur sedikit.

Bima mengirim pesan:
“Kau tidak perlu melindungi siapa pun lagi. Aku di sini untukmu.”

Anya membaca pesan itu, wajahnya memerah. Dalam diam, ia menyadari bahwa permainan ini bukan hanya dendam — tetapi gairah dan cinta yang membara. Ia ingin, tetapi takut. Ia ingin menyerah, tetapi tubuh dan hatinya menuntun ke arah Bima.

 

Bab 14 – Balas Dendam – Malam yang Menggila

Malam itu, mereka bertemu di kos Bima. Pintu di tutup rapat, hujan deras di luar seperti tirai yang memisahkan mereka dari dunia.

Kemudian mata mereka bertemu, penuh nafsu dan dendam yang belum terselesaikan. Bima meraih wajah Anya , menundukkan kepalanya, dan bibir mereka bertemu dalam ciuman panjang yang mengguncang jiwa.

Setiap sentuhan lebih dalam, setiap desahan lebih liar. Setelah itu Bima menurunkan tangan ke pinggangnya, memeluknya erat. Anya membalas dengan menggigit bibirnya, menahan desir yang membakar tubuhnya.

Mereka jatuh ke sofa, kemudian tubuh saling menempel, hujan di luar seolah menyulut api di dalam kamar. Tetapi malam itu, dendam menjadi gairah, luka menjadi pelampiasan, dan mereka tenggelam dalam satu sama lain sampai pagi.

 

Bab 15 – Bangkit dari Luka 

Pagi datang, sinar matahari menembus tirai kamar. Anya bersandar di dada Bima, rambutnya basah tersapu embun dari malam yang panjang.

“Kau… benar-benar gila, Bima,” bisiknya dengan napas tersengal.
“Tetapi kau juga,” jawab Bima sambil tersenyum, menatapnya penuh cinta dan keinginan.

Di luar, Anthony melihat dari kejauhan, kemudian menyadari bahwa ia kalah dalam permainan ini. Bima bukan sekadar membalas dendam; ia memenangkan hati Anya dalam cara yang paling panas, paling tak terduga.

Dan di antara luka dan dendam, mereka menemukan satu sama lain: panas, liar, dan tak bisa di lepaskan. Hujan boleh datang lagi, tetapi kali ini mereka siap menahan badai bersama — bukan sebagai musuh, tetapi sebagai dua jiwa yang akhirnya menyatu dalam gairah yang membara.

 

Author: admin