Mama Tiri

Mama Tiri

Namaku Derri aku akan menceritakan cerita dewasa tentang mama tiri ku sendiri. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku di sebuah kompleks perumahan di CitraLand. Di rumah itu, hanya ada kami bertiga, tapi suasananya terasa sepi. Mama dan Papa jarang ada di rumah, kecuali pada hari-hari tertentu. Mama sering pergi untuk arisan atau perawatan, sedangkan Papa selalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, ada yang sedikit aneh Papa sering pulang di siang bolong setiap Mama sedang keluar

Ini awal mulanya
Mama Tiri

Suatu hari, Papa pulang dari kantor bersama seorang wanita yang awalnya kukira Mama. Ternyata, itu Tante Yully, adik Mama. Aku sering melihat Papa dan Tante Yully berpelukan saat menonton TV. Kadang, tangan Papa nakal mengelus paha atau payudara Tante Yully dengan penuh nafsu. Bagaimana aku tak tertarik? Tubuh Tante Yully sangat menggoda payudaranya besar seolah ingin meledak, pinggangnya ramping, dan lekukan pantatnya begitu seksi.

Sejak Tante Yully sering datang ke rumah, aku jadi sering membayangkannya saat masturbasi. Tiga bulan berlalu, Mama dan Papa bercerai karena kehadiran Tante Yully. Akhirnya, Papa memberanikan diri mengajak Tante Yully tinggal di rumah. Usianya sekitar 35 tahun, tubuhnya agak berisi, tapi wajahnya masih terlihat muda. Dia bekerja sebagai perancang busana artis.

Pada suatu hari Minggu, aku bangun dan menjalani rutinitas seperti biasa. Saat menuruni tangga dengan mata masih mengantuk, aku terbelalak melihat Tante Yully (mama tiri). Dia sedang menyapu, mengenakan daster putih tipis tanpa celana dalam. Lekukan pantatnya yang besar dan vaginanya terlihat jelas. Penisku langsung tegang.

“Eh? Kamu ngeliatin apa?” tanya Tante Yully, membuatku tersentak.

“Ehm, nggak kok. Cuma lihat Tante lagi nyapu,” jawabku tergagap, padahal mataku tak lepas dari pantat dan gundukan vaginanya yang terlihat saat dia membungkuk.

“Kamu jangan nakal, ya. Tante ini mama tiri mu,” katanya, sepertinya tahu aku memperhatikan tubuhnya.

“Tante mirip bintang porno, hehe,” ujarku tanpa sengaja. “Tante udah masak belum?” tanyaku cepat untuk mengalihkan pembicaraan.

“Belum nih. Duduk dulu, ya. Nanti setelah nyapu, Tante masakin,” jawabnya sambil melanjutkan menyapu.

Aku langsung menstubasi ketika melihat Mama Tiri ku tadi

Aku berjalan ke kamar mandi. Di sana, aku langsung masturbasi. Kebetulan bra Tante Yully ada di sana, jadi saat mencapai puncak, aku mengeluarkannya di bra-nya. Usai mandi, aku keluar hanya dengan handuk melilit pinggang dan menuju dapur. Di sana, aku disuguhi pemandangan yang lebih menggoda. Daster Tante Yully tersingkap ke atas, memperlihatkan vagina dan lubang anusnya yang bersih.

Tanpa pikir panjang, kulepaskan handukku dan memeluknya dari belakang. Penisku yang sudah bebas kugesekkan di selangkangannya.

“Ih, kamu ngapain? Jangan perkosa Tante dong… Tante nggak tahanan orangnya” katanya, suaranya terdengar panik.

“Udah, nikmatin aja. Tante nggak cocok jadi istri Papa. Tante lebih cocok jadi milikku,” ujarku penuh hasrat.

“Kamu jangan nakal, sayang. Masa Tante harus begini sama kamu?” bisiknya pelan.

“Tante, aku udah terangsang banget lihat Tante. Puasin aku sekarang, aku nggak mau tahu. Atau aku paksa?” bisikku sambil melepas dasternya, tanganku mengelus pantat dan payudaranya dari belakang.

“Jangan kasar dong, sayang. Sakit, tahu,” pintanya sambil sedikit melengkungkan pantatnya.

Aku tak peduli omongannya. Aku terus mencumbunya. Aku tahu Tante Yully sangat liar di ranjang, tapi saat ini dia belum sepenuhnya terangsang. Dia hanya butuh sedikit waktu untuk membangkitkan gairahnya. Kuciumi dan kujilati lehernya, tanganku meremas payudaranya dari belakang. Lalu, tanganku mulai mengusap vaginanya yang tebal, jari telunjukku memainkan klitorisnya hingga penisku semakin mengeras.

Tak sabar lagi, kupaksa dia menungging. Aku mulai memasukkan penisku dari belakang.

“Ough, jangan masukin, Der!” teriaknya.

“Nurut aja, Tan. Aku mau puas sama mama tiri. Aku tahu Tante liar di ranjang,” kataku sambil mendorong tubuhnya ke depan agar penisku masuk lebih dalam.

Aku merasa vaginanya masih agak kering—dia belum terlalu terangsang. Kucabut penisku, lalu berjongkok di belakang pantatnya, menjilati vaginanya dari bawah.

“Aah… kamu mau apain Tante?” tanyanya dengan suara khas wanita yang menahan nikmat.

Kujilati vaginanya, mencium aroma khas yang membangkitkan nafsuku. Dia mulai bernafsu—tak lagi berontak, bahkan mengangkat satu kakinya ke atas meja kompor, memberi ruang agar aku lebih leluasa menjilatnya. Akhirnya, dia pun terbawa hasrat.

Mama Tiri ku pasrah dengan apa yang aku lakukan

“Sudahlah, kalau kamu mau nikmatin tubuhku, lakukan aja. Tapi Tante minta jangan sampai Papa tahu kita pernah begini. Kapanpun kamu mau, Tante kasih, asal jangan paksa, apalagi kalau Papa ada,” keluhnya.

Tante Yully lalu membalikkan badan, duduk di atas meja kompor, membuka lebar pahanya, dan menyingkapkan kedua bibir vaginanya. Kini terlihat jelas vaginanya merah merekah, ditumbuhi bulu halus yang lebat. Tanpa ragu, aku berdiri dan memasukkan penisku ke dalam lubangnya.

“Ssstt… aaahhh… nikmatnya… penismu besar dan keras sekali, oughhh,” rintihnya keenakan.

Aku menggenjotnya semakin ganas. Hampir sepuluh menit berlalu, dan akhirnya dia mencapai orgasme. Tapi aku belum klimaks.

“Tante, aku belum keluar…” keluhku.

Seperti kelaparan, dia turun dari meja dan langsung menjilati penisku dengan liar. Dia benar-benar ahli—penisku hampir lenyap ditelannya. Tak lama, kutekan kepalanya dalam-dalam. “Oooohhh… Tanteee, aku keluaaarrr… aaahhh…” erangku. Aku memuntahkan semua spermaku ke tenggorokannya.

“Kita pindah ke kamar, Tan. Nggak seru di dapur,” ajakku.

Kugendong Tante ke kamarnya, lalu melanjutkan dengan memasukkan penisku lagi ke vaginanya. Dengan posisi aku di atas, kugoyang pinggulku kencang sambil meremas payudaranya, tak lupa memelintir putingnya yang sudah mengeras.

“Oughhh… aaahhh… sayang, kamu nakal banget… berani juga… aaahhh… macam memperkosa Tante,” godanya terbata-bata, karena sodokanku semakin kencang membuatnya mendesah nikmat.

“Lah, siapa suruh Tante bahenol begini? Siapa yang tahan kalau cuma berdua di rumah, apalagi Tante cuma pakai daster tanpa daleman? Pasti penisku ngaceng pengen masuk ke vagina Tante yang montok,” jawabku dengan nada sedikit kacau.

“Kenapa nggak bilang dari tadi kalau kamu udah terangsang banget? Nggak perlu sampe perkosa Tante!”

“Yasudah, nikmati aja tubuh Tante sepuasmu, sayang. Tante rela kalau buat kamu,” ucapnya.

Kupercepat tusukanku hingga Tante orgasme untuk kedua kalinya. “Aaakhhh… sayanggg… Tante keluar lagi nih… aahhrhhh…” desahnya penuh kenikmatan.

Aku mengganti posisi—kini Tante di atas, aku di bawah. “Gantian, Tante yang puasin aku. Aku belum orgasme, nih.”

Dan permainan ku semakin kasar

Mama Tiri

Tanpa buang waktu, Tante menggoyangkan pinggulnya maju-mundur, cairan kewanitaannya masih membasahi. Lalu, dia beralih memompa penisku naik-turun. Kuseimbangkan dengan sodokan dari bawah, hingga terdengar suara “plak, pak, pok” dari pantat dan selangkanganku.

“Plak… pak… sayang, enakan? Emang kamu kuat kalau Tante giniin?” tanyanya sambil memperkuat hentakan.

“Aaaahhh… Tanteee… aku keluar!!” “Barengan ya, Tante juga mau keluar lagi.” “Aku keluarin di mana, Tan?” lirihku, karena pertahananku sudah jebol.

“Iya, sayang, keluarin di dalam aja. Taburin benihmu di rahim Tante,” pintanya.

“Aaaaghhhh… Tanteeeee… ssshtttt…” Desahan kami bercampur saat mencapai puncak bersama.

Penisku yang masih tertancap kubiarkan hingga mengecil sendiri. Setelah itu, kami tidur bagaikan suami-istri hingga pagi. .

Hubungan intim kami berlanjut bahkan setelah Tante Yully jadi istri Papa. Karena puas denganku, Tante tak pernah menolak ajakanku bersetubuh.

 

 

Author: admin