Tersesat di Pelukan

Terjebak di Pelukan

aTersesat di Pelukan

Bab 1 – Pertemuan Tak Terduga

Tersesat di Pelukan – Cerita dewasa -. Steven tidak pernah menyangka, sebuah undangan reuni kecil di kafe sudut kota Bali akan menjadi awal dari segalanya. Malam itu hujan turun rintik, udara lembab bercampur aroma kopi. Ia datang dengan hati ringan, hanya ingin menyapa beberapa teman lama.

Tapi jantungnya terhenti. seketika matanya menangkap sosok di sudut ruangan.
Fanie. suasana berubah dalam sekejap.

Dulu mereka hanya teman sekelas.  mereka tidak pernah dekat, tidak pernah berbagi rahasia. Tapi malam itu, Fanie tampak berbeda. Rambut panjangnya terurai, wajahnya lebih dewasa, dan tatapan matanya menyimpan sesuatu yang membuat dada Steven bergetar.

“Steven?” suaranya lembut, sedikit terkejut, tapi hangat.

Steven tersenyum kaku. “Ya Tuhan, Fanie… lama banget. Kamu cantik sekarang.”

Obrolan dimulai dengan canggung, lalu perlahan mengalir. Mereka tertawa tentang masa SMA, lalu bercerita tentang hidup masing-masing. Steven merasa waktu melambat setiap kali Fanie menatap matanya. Ada getaran aneh, seolah sesuatu yang lama terkubur tiba-tiba muncul kembali.

Hujan deras mengguyur kota. Payung sudah habis, dan jalanan sulit dilalui. Fanie melirik Steven sejenak, lalu berkata, “Apartemenku dekat. Kamu bisa nunggu reda di sana kalau mau.”

Tanpa berpikir panjang, Steven mengangguk.

Story pin image

Bab 2 – Tersesat di balik Pelukan Hujan 

Apartemen Fanie kecil tapi hangat. Lampu kuning redup membuat suasana terasa intim. Aroma teh melati mengisi ruangan. Fanie menyodorkan secangkir pada Steven, lalu duduk di sampingnya.

“Lucu ya,” katanya sambil menatap hujan di balik jendela besar, “kita dulu satu kelas, tapi jarang ngobrol.”

Steven meneguk teh hangat itu. “Mungkin memang harus nunggu hujan malam ini biar bisa ngobrol begini.”

Fanie tertawa kecil. Suara itu menenangkan, tapi juga memabukkan. Steven mendapati dirinya terlalu sering memperhatikan gerak bibirnya, caranya memainkan rambut, bahkan tatapan matanya yang kadang kosong menembus hujan.

Sunyi mendominasi ruangan, hanya ditemani suara derasnya air. Hening itu membuat jarak di antara mereka semakin tipis.

 

Bab 3 – Ketegangan yang Menggoda

Fanie berdiri, berjalan ke jendela. Siluet tubuhnya samar terlihat dari pantulan lampu jalan. Steven menatap punggung rampingnya, hatinya berdetak lebih cepat.

“Steven,” suara Fanie lirih, “kamu pernah takut kalau momen indah cuma datang sekali seumur hidup?”

I bangkit, berdiri di belakangnya. Nafasnya hampir menyentuh leher Fanie. “Sekarang aku sedang merasakannya,” bisiknya.

Fanie menoleh perlahan. Mata mereka bertemu. Tidak ada lagi kata-kata, hanya detik yang terasa panjang. Bibir mereka akhirnya bersatu, lembut, ragu, lalu semakin dalam.

Pelukan pertama itu seperti jebakan manis. Fanie menggigil, jemarinya meremas lengan Steven. “Ini gila…” desahnya.

“Tapi kita nggak bisa berhenti,” jawab Steven, menariknya lebih erat.

Mereka tersesat di pelukan yang seharusnya sederhana, tapi malah membakar segalanya.

 

Bab 4 – Malam Tersesat di Pelukan Membara

Ciuman mereka berpindah dari bibir ke leher, dari leher ke bahu. Fanie menutup mata, tubuhnya bergetar di dekapan Steven. Jemari Steven menelusuri punggungnya, membuatnya mendesah tertahan.

“Steven…” suaranya bergetar, “kita… nggak seharusnya.”

Steven menatapnya dalam. “Kenapa? Karena kamu takut?”

Air matanya hampir jatuh, tapi senyumnya pahit. “Karena aku tahu, aku nggak akan bisa melepaskanmu lagi.”

Jawaban itu justru membuat Steven semakin berani. Ia mencium Fanie lagi, kali ini dengan penuh gairah. Blouse Fanie melorot perlahan, memperlihatkan kulit hangat yang membuat Steven hampir kehilangan kendali.

Malam itu kamar apartemen kecil dipenuhi suara hujan deras bercampur dengan desahan dan bisikan. Mereka menuliskan kenangan dengan tubuh masing-masing, seakan tahu bahwa waktu tidak akan memberi kesempatan kedua.

Bab 5 – Jejak Rahasia Tersesat di Pelukan

Pagi datang terlalu cepat. Fanie duduk di tepi ranjang, wajahnya murung. Steven memeluknya dari belakang, mencium pundaknya.

“Kamu menyesal?” tanyanya pelan.

Fanie tidak menjawab seketika. Ia menunduk, lalu berbisik, “Aku sudah bertunangan, Steven.”

Jantung Steven serasa berhenti. Semua kehangatan semalam seolah runtuh dalam sekejap.

“Kenapa kamu biarkan semua ini terjadi?” tanyanya, suaranya nyaris pecah.

Air mata jatuh di pipi Fanie. “Karena aku nggak bisa bohong. Aku terlalu lama menahan ini sejak SMA. Dan semalam… aku benar-benar tersesat di pelukanmu.”

Steven menutup matanya, merasakan sakit sekaligus manis yang tak bisa diuraikan. Ia tahu, cinta ini sudah terlambat, tapi juga tak mungkin dihapus.

 

Bab 6 – Antara Rahasia dan Kenyataan

Hari-hari berikutnya, mereka masih bertemu diam-diam. Kadang hanya untuk minum kopi, kadang sekadar berbicara. Tapi sering kali, tatapan panjang berakhir dengan pelukan, dan pelukan berakhir dengan ciuman.

Setiap pertemuan adalah racun. Semakin mereka mencoba berhenti, semakin dalam mereka terjebak.

Fanie selalu berkata, “Ini salah.” Tapi tubuhnya selalu lebih jujur daripada kata-katanya.

Steven tahu, mereka hidup di antara dua dunia: satu dunia nyata yang penuh kewajiban, dan satu dunia rahasia yang penuh gairah.

 

Bab 7 – Malam Terakhir

Sehari sebelum pernikahannya, Fanie datang ke apartemen Steven. Wajahnya pucat, matanya sembab.

“Besok semuanya selesai,” katanya pelan.

Steven memegang tangannya erat. “Fanie, kamu nggak harus jalanin ini kalau nggak mau.”

Air matanya jatuh lagi. “Aku nggak bisa. Aku terjebak. Tapi aku juga nggak pernah ingin melepaskanmu.”

Mereka berciuman untuk terakhir kalinya. Kali ini penuh luka, penuh rasa kehilangan. Tubuh mereka saling mencari dengan putus asa, seakan ingin menulis kenangan terakhir yang tidak akan pernah terhapus.

Malam itu, mereka benar-benar tenggelam. Tidak ada lagi batas, tidak ada lagi logika. Hanya cinta, hasrat, dan air mata.

 

Epilog – Tersesat di Pelukan

Hari pernikahan tiba. Steven berdiri di antara tamu, menyaksikan Fanie berjalan dengan gaun putih. Ia tampak anggun, tapi matanya berkelana, mencari sesuatu.

Sejenak, tatapan mereka bertemu. Senyum kecil muncul di wajah Fanie—senyum yang hanya Steven mengerti. Senyum yang berkata: aku masih menyimpanmu di sini, meski dunia tak boleh tahu.

Steven berbalik pergi sebelum acara selesai. Hujan turun lagi, sama derasnya dengan malam pertama mereka bertemu.

Di bawah hujan itu, Steven tahu: cinta mereka akan selamanya tersembunyi, terkunci sebagai rahasia. Sebuah cinta yang tidak pernah mendapat tempat di dunia nyata, tapi akan selalu hidup dalam kenangan.

Dan ia akan selalu mengingat malam ketika mereka… tersesat di pelukan.

 

Author: admin